LWC 2015 Trip to Lombok #2

Hari Kedua, 8 Agustus 2015

Pagi berikutnya, kamar hotelku diwarnai keributan. Aku dan kedua teman sekamarku bangun kesiangan, oh tidaaak…!

“Woy, bangun, woy! Kata Kak Syatria kan, harus ngumpul jam 7! Lihat, sekarang jam berapa?” seru temanku menyentak.

Aku melirik hape. Sudah jam setengah tujuh! (kebetulan aku emang lagi nggak sholat).

Yah, tapi nyatanya kami tidak terlambat juga. Ketika buru-buru ke ruang makan, kulihat teman-teman peserta yang lain juga baru saja datang dan mengantre mengambil makanan prasmanan. Bahkan ada juga yang baru makan tepat jam tujuh! Biasalah, jam karet… 

Akhirnya, mungkin baru jam delapan, kami masuk ke dalam bus. Tujuan pertama kami adalah mengunjungi kantor pos Lombok. Sesampainya di sana, kami diminta duduk sambil mendengarkan cara PT. Pos Indonesia mengirimkan paket kiriman, tentang pekerja-pekerjanya, juga apa yang dilakukan kalau alamat yang tercantum ternyata tak dapat ditemukan. Kami juga dibawa ke ruangan penyimpanan paket, melihat truk-truk angkutan, juga kumpulan mas-mas tukang pos yang siap sedia dengan motor mereka.

Kemudian, inilah saat yang kutunggu-tunggu! Kami akan langsung cabut ke pantai paling terkenal di Lombok! Di bus menuju tempat tujuan, aku baru tersadar Om Saipul kini sudah tak memakai baju tradisional lagi. Ia berdiri di tengah bus sambil menceritakan tentang upacara adat Bau Nyale. Aku tidak terlalu mendengar kisahnya karena terlalu fokus dengan pemandangan alam di luar bus. Jalanan yang menanjak dan berkelok-kelok mengingatkanku dengan daerah Cadas Pangeran kalau aku mudik ke rumah nenekku di Jatiwangi. Namun, sementara Cadas Pangeran dihantui jurang di kiri jalan, di sini yang ada adalah pantai yang eloknya bukan main.

Setelah berpuluh-puluh menit di dalam bus, kami akhirnya sampai juga di pelabuhan. Di sana ada banyak kapal berukuran sedang yang bersiap membawa pengunjung sampai ke tiga gili (bahasa Lombok-nya pulau) yang terkenal, yaitu Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan. Namun rombongan kami hanya akan mendatangi Gili Trawangan saja memakai jet boat.

Hanya dalam hitungan menit kami sampai di Gili Trawangan. Turun dari kapal, kami melewati jembatan dulu untuk sampai ke pulau. Di bagian dalam pulau, dibuat jalanan yang diisi kios-kios rumah makan dan layanan perawatan tubuh. Dan sepanjang jalan itu, kulihat banyak sekali orang bule. Malah ada beberapa wanita half-naked yang tak malu berjalan di tengah hiruk-pikuk.

Jpeg

Kami semua akhirnya berjalan masuk ke daerah pantai. Angin laut yang berhembus kencang dengan nakalnya mengacak-acak jilbabku. Alunan ombak berbisik tenang sambil melahap pasir pantainya yang seputih susu. Laut yang terhampar berwarna biru langit berlapis hijau toska. Aih, menawan sekali tempat ini, persis seperti yang dahulu kulihat di foto-foto.

Jpeg

Jpeg
birunyaaaa!!!

Teman-temanku langsung menyerbu mendekati laut, lalu bermain dengan ceria. Beberapa yang membawa tongsis langsung selfie bersama. Aku? Tak banyak yang kulakukan. Memandangi lingkup alam yang cantik ini sembari menyentuhkan kakiku ke ombak yang datang sudah membuat hatiku senang dan damai.

Kakak panitia kemudian memanggil kami untuk foto bersama. Setelah itu, karena kami tak ingin hanya jalan-jalan namun sekalian melakukan bakti sosial, kami bersama-sama mengambil sampah-sampah di sepanjang pantai dan membuangnya ke tong sampah kuning yang sudah dibawa oleh panitia.

Waktu berjalan cepat di sini. Beranjak sore, kami kembali lagi ke jembatan untuk menunggu kapal yang menjemput ke pelabuhan. Sembari menunggu, kami bernyanyi bersama sampai-sampai dilirik oleh pengunjung lain, haha…

Sampai di pebuhan, bus sudah menunggu untuk mengantar kami ke toko oleh-oleh. Oh ya, sebelumnya, Kak Syatria telah membagikan amplop berisi uang saku ke seluruh peserta. Kuhitung jumlahnya… Ada satu juta bro! Agaknya ini adalah uang saku paling besar yang pernah kuterima dari siapapun! 😀

Kami ke toko baju dan tas, toko makanan, lalu ke pusat mutiara asli Lombok. Di sana aku hanya membeli dua kaos, satu tas, dan satu bungkus keripik yang kumakan habis di perjalanan.

Malam merayap diam-diam tak terasa. Perutku sudah keroncongan meski sudah ngemil keripik sebungkus besar. Bus kemudian membawa kami ke sebuah rumah yang dahulu pemiliknya membuat resep ayam taliwang, ayam bakar khas Lombok. Salah satu keturunan dari pembuat resep itu maju ke depan dan menceritakan asal muasal ayam taliwang ini. Setelah itu, kami langsung lahap memakan hidangan yang telah tersedia di sana. Hm… perut kenyang, hati pun senang!

Sepanjang jalan kembali ke hotel, aku sempat bersenandika. Lombok itu tempat yang kaya sekali dengan keeksotikan alamnya. Aneh ketika mengetahui masih banyak anak-anak di sini yang putus sekolah, dan juga banyak yang menjadi TKI di luar negeri. Kalau menejemen pengelolaan, pengemasan wisata, dan fasilitas publik bisa ditingkatkan, pengunjung akan masuk lebih banyak, pendapatan lebih besar, maka seharusnya takkan ada lagi kemiskinan yang merajalela.

Wait… kenapa malah jadi kritik sosial ya? Haha…

Pokoknya hari kedua di Lombok adalah hari yang sangat menyenangkan. Jantungku berdegup saat menyadari esok adalah hari perlombaan. Maka, malam itu, aku berdoa semoga esok diberi kelancaran untuk semuanya.

2 tanggapan untuk “LWC 2015 Trip to Lombok #2”

Tinggalkan komentar